Ketika Salsa Tak Cuci Darah
Ini hasil riset yang mencengangkan: 20-juta penduduk
Indonesia membawa gen penyakit talasemia. Mereka berpeluang mewariskan penyakit
kelainan darah itu kepada keturunannya. Pasangan Tarkiman dan Siti Maryati di
Cianjur, Jawa Barat, misalnya menurunkan penyakit itu kepada buah hati mereka,
Salwa Wijaya.
Salwa Wijaya (3 tahun) tak seperti bocah seusianya yang
tengah lucu-lucunya. Tubuh sulung 2 bersaudara itu kurus kering. Suhu tinggi
kerap menghampirinya. Pertumbuhannya juga lambat. Ia baru dapat berjalan ketika
usianya 2,5 tahun. Pada tahap itu Siti Maryati tak curiga bahwa anaknya
mengidap talasemia. Ia hanya menduga, anaknya kurus kering lantaran enggan
makan.
Ketika benjolan seukuran buah kedondong muncul di pinggang
kiri perempuan itu, Siti bergegas ke dokter. Hasil diagnosis dokter, Salwa
kelelahan. Siti tak puas hati atas diagnosis itu sehingga mendatangi dokter
kedua. Ahli medis itu menyarankan agar Salwa menjalani tes darah. Ketika itu
kulit Salwa pucat, perut membuncit, dan urine lebih gelap. Misteri itu
terpecahkan di Rumahsakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Bocah kelahiran 5
Februari 1997 itu positif talasemia.
Benjolan di pinggang itu ternyata limpa yang membengkak.
Organ itu membesar lantaran tak dapat menjalankan fungsinya membersihkan darah.
Dokter mengatakan belum ada penawar alias obat talasemia. ‘Hanya transfusi
darah penyambung hidupnya,’ kata Tarkiman mengulangi pernyataan dokter. Dua
minggu sekali, Salwa harus menjalani transfusi sebanyak 2-3 kantong darah.
·
Transfusi
Di dalam tubuh pasien talasemia terjadi perubahan atau
mutasi gen pembawa kode genetik untuk pembuatan hemoglobin. Akibatnya, kualitas
sel darah merah tidak baik dan gagal bertahan hidup lama. Pasien talasemia
mesti menjalani transfusi untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam tubuh.
Tugas hemoglobin berfungsi mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Kadar hemoglobin dalam tubuh rendah menyebabkan kelelahan,
bahkan pingsan. Karena lama merawat Salwa, Siti akhirnya mengetahui kapan Salwa
mesti menjalani transfusi darah. ‘Tanda-tanda Salwa harus ditransfusi darah,
bibirnya putih pucat, mimisan, lemas lunglai, dan tonjolan membengkak di
pinggangnya,’ kata Siti. Saat itu, kadar hemoglobin dalam darah Salwa hanya 6;
kadar normal 12-16.
Setelah transfusi, hemoglobin hanya meningkat 1 angka,
menjadi 7. Itu sebabnya tubuh Salwa masih tetap lemah. ‘Saya hampir tak pernah
mengikuti pelajaran olahraga,’ kata Salwa yang kini berusia 10 tahun.
Titik terang kesembuhan datang pada Mei 2007. Saat itu
seorang perawat di RSU Cianjur menceritakan ekstrak teripang untuk membantu
mengatasi penderitaan anaknya.
Semula Tarkiman enggan memberikan ekstrak itu karena tidak
yakin bisa menyembuhkan penyakit Salwa. Maklum, sebelumnya ia mencoba berbagai
suplemen kesehatan anjuran rekan-rekannya, tetapi tetap gagal. ‘Semuanya sudah
dicoba, mulai dari jamu-jamuan sampai dengan pengobatan alternatif dengan
mediasi, semuanya gagal,’ kata Tarkiman.
Genetik
Suatu ketika pikiran Tarkiman berubah: tak ada salahnya
untuk mencoba. Cairan kental itu dikonsumsi Salwa 2 kali satu sendok makan
sehari. Dosis itu ditambah dengan 5 butir spirulina 2 kali sehari. Pekan
pertama, Salwa tak lagi demam. Tiga pekan kemudian, hasil laboratorium
menunjukkan kadar hemoglobin Salwa melonjak ke angka 10. Artinya, kesehatan
Salwa berangsur normal.
Setelah 3 bulan mengkonsumsi, frekuensi transfusi darah
berkurang dari 2 kali per bulan masing-masing 2-3 kantong menjadi 1 kali
sebulan hanya 1 kantong. Walau begitu, kadar hemoglobin tetap ajek di atas
angka 10. Bobot tubuh meningkat menjadi 28 kg, sebelumnya 20 kg. Pun, limpa
Salwa, kini tak pernah membengkak. Perubahan itu menggembirakan keluarga
Tarkiman.
Menurut Ketua Pusat Talasemia Indonesia, Prof Dr Iskandar
Wahidijat SpA(K), talasemia adalah suatu penyakit genetik yang diturunkan dari
kedua orangtua. Kedua orangtua secara klinis boleh saja terlihat sehat, walau
sebetulnya salah satu gennya pembawa sifat penyakit itu. Nah, bila kedua gen
itu bertemu, maka anak mereka akan mengidap talasemia. Hidup anak bergantung
pada transfusi darah karena umur sel darah merahnya tidak panjang, hanya 1-2
bulan, normalnya 3-4 bulan.
Glukosaminoglikan
Penggunaan teripang untuk penyakit talasemia dipatenkan
oleh Yash Sharma P dari Houston, Amerika Serikat. Menurut Yash, yang paling
berpengaruh adalah kandungan N-asam glikolineuraminat, merupakan permukaan sel
asam sialat. Sialat terbentuk dari polisakarida, glikoprotein, dan glikolipida.
Saat terjadi mutasi gen, asam glikolineuraminat hilang dari sel. Makanya, limpa
yang membersihkan darah tak bekerja semestinya. Akibatnya, limpa membengkak
seperti yang dialami Salwa di pinggang kiri. Penambahan spirulina berfungsi
untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.
Salwa Wijaya tak sendirian. Di Indonesia masih banyak
pengidap talasemia lain seperti hasil riset Departemen Kesehatan: 6-10% dari
penduduk Indonesia membawa gen penyakit talasemia. Mengkonsumsi ekstrak
teripang salah satu cara mengatasi penyakit mematikan itu. (Vina Fitriani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar